Google

Saturday, June 30, 2007

HARI MINGGU YANG CERAH!

Ya hari minggu yang cerah
belum ada yang kasih komentar
kecuali 1 orang aja hehehe

buat teman-teman yang punya artikel yang berkaitan dengan terapi wicara
silahkan posting aja itu juga kalo erkenan kalo ga ya ga usah

buat teman-teman yang punya saran biar blog ini jadi lebih gimana gitu
silahkan posting aja itu juga kalo erkenan kalo ga ya ga usah

buat teman-teman yang punya unek-unek apa aja dan mau curhat
silahkan posting aja itu juga kalo erkenan kalo ga ya ga usah

buat temen-temen yang lagi kangen
peluk guling aja

UNTUK ISTRIKU........!


AKU CINTA KAMU!

MARI BUAT BLOG TENTANG KITA YUUUK!!!

MAAFKAN AKU TAK MENDENGAR IDEMU!!!

Karakteristik Ketidaklancaran Normal (Normal Disfluency)

Sebagaimana telah disinggung dalam dalam artikel definisi gagap, terdapat perbedaan antara ketidak lancaran yang normal dengan ketidak lancaran yang dikategorikan gagap. Kedua jenis ketidak lancaran tersebut sepintas memiliki karakteristik yang sama namun bila kita perhatikan lebih lanjut tedapat perbedaan.
Karakteristik ketidak lancaran normal pada anak.
Disebut demikian karena perkembangan ketidak lancaran normal menjadi gagap yang lebih parah dimulai pada tahap anak-anak.
Berikut ciri-cirinya :
1. terkadang mengulang keseluruhan kata atau frase.
2. pengualangan yang terjadi pada bagian kata tidak lebih dari 1 atau 2 kali pengulangan
3. selama pengulangan penggunaan vokal dari kata masih terlihat normal
4. memiliki pengulangan yang memiliki irama (rhytmic repetitions)
5. ketidaklancaran yang terjadi tidak lebih dari 9 kali dari seratus kata yang diucapkan
6. biasanya memulai percakapan dengan biasa saja, dan tetap meneruskan bicaranya walaupun terkadang mengalami pengulangan-pengulangan pada frase atau kata dalam kalimatnya.
Waktu terjadi ketidaklancaran ini biasanya terjadi pada usia 1,5-6 tahun walaupun demikian perubahan menjadi ketidaklancaran yang dapat dikategorikan gagap dapat berlangsung lebih cepat dan terjadi pada rentang usia yang sama bila ketidaklancarannya tersebut disikapi dengan sikap yang kurang tepat.

Vaksin Penyebab Autis

Cerita ini saya dapat dari email istri saya, jadi mungkin bisa benar bisa juga tidak. Tapi bagi saya sendiri tak ada salahnya untuk mengambil hikmah dari cerita ini dan lebih berhati-hati. Dan ada baiknya jika melakukan cek silang dengan melihat buku yang dimaksud dalam cerita ini untuk mengecek kebenaran informasinya.

“Buat para pasangan MUDA, om dan tante yang punya keponakan atau bahkan calon ibu perlu nih dibaca tentang autisme.
Bisa di share kepada yang masih punya anak kecil supaya berhati-hati.
Setelah kesibukan yang menyita waktu, baru sekarang saya bisa dapat waktu luang membaca buku “Children with Starving Mind” (Anak-anak dengan pikiran yang lapar-red.) karangan JaquelynMcCandless, MD yang diterjemahkan dan diterbitkan oleh Grasindo.

Ternyata buku yang saya baca beli di toko buku Gramedia seharga Rp. 50.000,- itu benar-benar membuka mata saya, dan sayang, sayang sekali baru terbit setelah anak saya Joey (27 bulan-1 tahun 3 bulan) didiagnosa mengidap Autisme Spectrum Disorder.

Bagian satu, bab 3, dari buku itu benar-benar membuat saya menangis. Selama 6 bulan pertama hidupnya (Agustus 2001 – Februari 2002), Joey memperoleh 3 kali suntikan vaksin Hepatitis B dan 3 kali suntikan vaksin HIB. Menurut buku tersebut (halaman 54 – 55) ternyata dua macam vaksin yang diterima anak saya dalam 6 bulan pertam hidupnya itu positif mengandung zat pengawet Thimerosal, yang terdiri dari Etilmerkuri yang menjadi penyebab utama sindrom Autisme Spectrum Disorder yang meledak pada sejak awal tahun 1990-an. Vaksin yang mengandung Thimerosal itu sendiri sudah dilarang di Amerika sejak akhir tahun 2001. Alangkah sedihnya saya, anak yang saya tunggu kehadiranyya selama 6 bulan, dilahirkan dan divaksinasi disebuah rumah sakit besar yang bagus, terkenal dan mahal di K*****, T*****, dengan harapan memperoleh treatment yang terbaik, ternyata malah “diracuni” oleh merkuri dengan selubung vaksinasi.

Beruntung saya masih bisa memberi ASI sampai sekarang, sehingga Joey tidak menderita autisme yang parah. Tetapi tetap saja, smapai sekarang dia belum bicara, harus diet pantang gluten dan casein, harus terapi ABA, Okupasi dan nampaknya harus dibarengi dengan diet suplemen yang keseluruhannya sangat besar biayanya. Melalui email ini saya hanya ingin menghimbau para dokter anak di Indonesia, para pejabat Departemen Kesehatan, tolonglah baca buku tersebut diatas, dan tolong musnahkan semua vaksin yang masih mengandung Thimerosal. Jangan sampai (dan bukan tidak mungkin sudah terjadi) sisa stok yang tidak habis di Amerika Serikat tersebut dieksport (dijual-red.) dengan harga murah ke Indonesia dan dikampanyekan sampai ke Puskesma-puskesmas seperti contohnya vaksin Hepatitis , yang sekarang sedang giat-giatnya dikampanyekan sampai ke pedesaan. Kepada para orang tua, marilah kita bersikap proaktif dan asertif dengan menolak vaksin yang menganduing Thimerosal tersebut, cobalah bernegosiasi dengan dokter anak kita, minta vaksin Hepaitis B dan HIB yang tidak mengandung Thimerosal.

Juga tolong email ini diteruskan kepada mereka yang akan menjadi orang tua, agar tidak mengalami hal yang sama seperti saya. Sekali lagi jangan sampai kita kehilangan satu generasi anak-anak penerus bangsa, apalagi jika mereka datang dari keluarga yang berpenghasilan rendah yang untuk makan saja sulit apalagi untuk membiayai biaya terapi, suplemen, dokter ahli autisme (yang daftar tunggunya sampai berbulan-bulan), yang besarnya sampai jutaan rupiah per bulannya.

Terakhir, mohon doanya untuk Joey dan ratusan bahkan ribuan teman-teman senasibnya di Indonesia yang sekarang sedang berjuang membebaskan diri dari belenggu Autisme”

Cola dan Hiperaktif

Jangan dekatkan anak anda dengan cola atau minuman soda berkarbonat. Bahaya penyimpangan perilaku mengancam anak-anak penyuka minuman ini. Jika anak terbujuk dengan rayuan iklan minuman ini di televisi, segeralah beri pengertian : boleh minum cola tapi sepekan sekali.

Penelitin terbaru yang dirilis The Smell & Taste Treatment and Reasearch Foundation, Chicago menyebutkan anak-anak usia SD ke bawah yang mengkonsumsi rata-rata setengah sampai satu kaleng cola berkafein merek apa saja akan mengalami penyimpangan perilaku buruk atau kian hiperaktif.

Hasil yang didapat setelah penelitian membandingkan perilaku 20 anak usia SD (6-11 tahun) yang telah diberi muniman cola tanpa kafein dan cola berkafein. Pada pekan pertama mereka mengkonsumsi 2 ons cola tanpa kafein, pada minggu berikutnya anak-anak itu mendapat cola dengan kafein, bervariasi dari 2 ons hingga 12 ons (1 kaleng)

Pada akhir sesi penelitian, anak-anak itu mendapat tes Connors, sebuah tes untuk mengamati peningkatan atau penurunan hiperaktifitas anak.

Penelitian menemukan, anak-anak yang minum cola berkafein rata-rata 7,5-9,5 ons akan mengalami kenaikan skala hiperaktif 352 persen (atau hampir 4 kali lipat) dari mereka yang minum cola tanpa kafein.

“Peningkatan hiperaktifitas lebih tinggi terjadi pada anak yang mengkosumsi ¾ - 1 kaleng cola” kata Dr. Alan Hirsch, kepala penelitian dan sekaligus direktur neurologi pada lembaga itu.

Ia menengarai perusahaan-perusahaan minuman berkarbonasi telah meningkatkan kadar kafein dan menjadikan anak-anak target pemasaran mereka. Perusahaan-perusahaan itu kata Hirsch, tak pernah mencantumkan efek minuman cola berkafein pada kalangan cilik ini.

Perkiraan paling konservatif menyebutkan anak-anak usia 6-11 tahun mengkonsumsi rata-rata 7-8 ons minuman soda berkarbonat setiap hari. “Lalu mengapa kadar kafein pada cola ditambah?” tanya Hirsch seraya menyebutkan bahwa Coca cola dan Pepsi mengandung 44 mg kafein dan 38 mg kafein per kalengnya. (bbc)


Diambil dari majalah “anakku, dari ahli yang peduli buah hati” vol. 1, no. 4, Juli 2005, hal. 84.

Friday, June 29, 2007

Akademi Terapi Wicara


Awal berdirinya akademi Terapi Wicara dipelopori adanya kursus Speech Corection A dan B pada tahun 1971 hingga tahun 1972. Kursus ini diadakan berdasarkan kenyataan banyaknya orang-orang yang mengalami gangguan komunikasi di masyarakat. Ironisnya, mereka ini tidak mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhannya. Pun di Sekolah Luar Biasa (SLB), karena saat itu belum ada guru yang dididik khusus menangani orang-orang yang kesulitan berbicara. Akhir tahun 1972 diadakan evaluasi terhadap penyelenggaraan kursus. Melihat kebutuhan yang besar dari masyarakat, akhirnya kursus ini ditingkatkan menjadi program pendidikan tiga tahun. Latar belakang pendidikan pesertanya adalah lulusan SLTA. Program pendidikan ini diselenggarakan oleh Lembaga Pendidikan Bina Wicara “Vacana Mandira” Yayasan Bina Wicara. Untuk meningkatkan kualitas peserta didik, maka diundanglah terapis wicara dari India Miss B Kusuma MSc dan linguist dari Belanda Ibu de Vreede Parkam. Sementara itu, kebutuhan pengajar pada mata kuliah dasar dapat diisi dosen-dosen dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, F Psikologi UI dan IKIP Jakarta. Perjalanan institusi ini juga mengalami berbagai perkembangan, bahkan sempat bergabung pada Akademi Rehabilitasi Medik Jurusan Speech Therapy (1985 - 1987). Namun kemudian, berdasarkan SK Menkes RI No 221/Kep/Diknakes/XII/88 maka institusi ini diberikan ijin untuk menyelenggarakan program Pendidikan diploma III Terapi Wicara. Karena statusnya yang swasta penuh, maka biaya opersional insitusi ini disubsidi dari pihak yayasan. Di sisi lain, calon mahasiswa yang masuk di ATW satu-satunya di Indonesia ini relatif sedikit. Hanya 10 orang per tahun. Imbasnya, perjalanan ATW seolah terseok-seok, namun toh tetap eksis. Proses belajar mengajar pun sempat berpindah-pindah, mulai di RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jalan Teuku Umar, Kramat VI hingga akhirnya Kramat VII.

Thursday, June 28, 2007

Let's Talk : For People With Special Communication Needs

American Speech-Language-Hearing Association (ASHA), 2006
Emergent Literacy: Early Reading and Writing Development
Froma P. Roth, PhD, CCC-SLPDiane R. Paul, PhD, CCC-SLPAnn-Mari Pierotti, MA, CCC-SLP
Children start to learn language from the day they are born. As they grow and develop, their speech and language skills become increasingly more complex. They learn to understand and use language to express their ideas, thoughts, and feelings, and to communicate with others. During early speech and language development, children learn skills that are important to the development of literacy (reading and writing). This stage, known as emergent literacy, begins at birth and continues through the preschool years. Children see and interact with print (e.g., books, magazines, grocery lists) in everyday situations (e.g., home, in preschool, and at daycare) well before they start elementary school. Parents can see their child's growing appreciation and enjoyment of print as he or she begins to recognize words that rhyme, scribble with crayons, point out logos and street signs, and name some letters of the alphabet. Gradually, children combine what they know about speaking and listening with what they know about print and become ready to learn to read and write.
Are Spoken Language and Literacy Connected?
Yes. The experiences with talking and listening gained during the preschool period prepare children to learn to read and write during the early elementary school years. This means that children who enter school with weaker verbal abilities are much more likely to experience difficulties learning literacy skills than those who do not. One spoken language skill that is strongly connected to early reading and writing is phonological awareness-the recognition that words are made up of separate speech sounds, for example, that the word dog is composed of three sounds: d, aw, g. There are a variety of oral language activities that show children's natural development of phonological awareness, including rhyming (e.g., "cat-hat") and alliteration (e.g., "big bears bounce on beds"), and isolating sounds ("Mom, f is the first sound in the word fish"). As children playfully engage in sound play, they eventually learn to segment words into their separate sounds, and "map" sounds onto printed letters, which allows them to begin to learn to read and write. Children who perform well on sound awareness tasks become successful readers and writers, while children who struggle with such tasks often do not.
Who Is at Risk?
There are some early signs that may place a child at risk for the acquisition of literacy skills. Preschool children with speech and language disorders often experience problems learning to read and write when they enter school. Other factors include physical or medical conditions (e.g., preterm birth requiring placement in a neonatal intensive care unit, chronic ear infections, fetal alcohol syndrome, cerebral palsy), developmental disorders (e.g., mental retardation, autism spectrum), poverty, home literacy environment, and family history of language or literacy disabilities.Â
Early Warning Signs
Signs that may indicate later reading and writing and learning problems include persistent baby talk, absence of interest in or appreciation for nursery rhymes or shared book reading, difficulty understanding simple directions, difficulty learning (or remembering) names of letters, failure to recognize or identify letters in the child's own name.
Role of the Speech-Language Pathologist
Speech-language pathologists (SLPs) have a key role in promoting the emergent literacy skills of all children, and especially those with known or suspected literacy-related learning difficulties. The SLP may help to prevent such problems, identify children at risk for reading and writing difficulties, and provide intervention to remediate literacy-related difficulties. Prevention efforts involve working in collaboration with families, caregivers, and teachers to ensure that young children have high quality and ample opportunities to participate in emergent literacy activities both at home and in daycare and preschool environments. SLPs also help older children or those with developmental delays who have missed such opportunities. Children who have difficulty grasping emergent literacy games and activities may be referred for further assessment so that intervention can begin as early as possible to foster growth in needed areas and increase the likelihood of successful learning and academic achievement.
Early Intervention Is Critical
Emergent literacy instruction is most beneficial when it begins early in the preschool period because these difficulties are persistent and often affect children's further language and literacy learning throughout the school years. Promoting literacy development, however, is not confined to young children. Older children, particularly those with speech and language impairments, may be functioning in the emergent literacy stage and require intervention aimed at establishing and strengthening these skills that are essential to learning to read and write.
What Parents Can Do
You can help your child develop literacy skills during regular activities without adding extra time to your day. There also are things you can do during planned play and reading times. Show your children that reading and writing are a part of everyday life and can be fun and enjoyable. Activities for preschool children include the following:
Talk to your child and name objects, people, and events in the everyday environment.
Repeat your child's strings of sounds (e.g., "dadadada, bababa") and add to them.
Talk to your child during daily routine activities such as bath or mealtime and respond to his or her questions.
Draw your child's attention to print in everyday settings such as traffic signs, store logos, and food containers.
Introduce new vocabulary words during holidays and special activities such as outings to the zoo, the park, and so on.
Engage your child in singing, rhyming games, and nursery rhymes.
Read picture and story books that focus on sounds, rhymes, and alliteration (words that start with the same sound, as found in Dr. Seuss books).
Reread your child's favorite book(s).
Focus your child's attention on books by pointing to words and pictures as you read.
Provide a variety of materials to encourage drawing and scribbling (e.g., crayons, paper, markers, finger paints).
Encourage your child to describe or tell a story about his/her drawing and write down the words.
If you have concerns about your child's speech and language development or emergent literacy skills, please contact a certified speech-language pathologist. Go to ASHA's Web site at
http://www.asha.org/ for more information and referrals, or call 800-638-8255.
Diambil dari WWW.ASHA.ORG

Makanan Apa Yang Harus Di Hindari Selama Kehamilan???

Oleh Suririnah

Ada beberapa jenis makanan yang sebaiknya dihindari selama kehamilan karena mereka dapat menyebabkan infeksi-infeksi seperti; salmonella,toksoplasmosis,listeria, E.coli, yang dapat membahayakan bayi dalam kandungan anda.
• Jangan makan daging mentah (sushi) atau yang dimasak kurang matang, karena mengandung Toksoplasmosis sebuah parasit yang dapat menyebabkan infeksi serius pada janin anda dan juga E.coli, yang berbahaya bagi ibu hamil dan janin.
• Toksoplasmosis terdapat pada sayuran yang tidak dicuci dengan baik, oleh karena itu bersihkan sayuran anda dengan baik, apalagi untuk salad atau lalapan yang dimakan mentah. Hindari juga kotoran kucing atau bermain-main dengan kucing selama kehamilan karena mengandung toksoplasmosis.
• Jangan makan daging ayam dan telur yang dimasak kurang matang atau mentah , hindari makan hati ayam/daging yang mungkin sumber dari salmonella, yang dapat menyebabkan diare yang berat pada ibu hamil. Juga diperhatikan piring, alat-alat masakan yang terkena daging ayam mentah ini untuk dicuci.
• Ikan tuna steak, ikan sea bass, shark, atau ikan-ikan berukuran besar yang diketahui mengandung tingkat mercuri yang tinggi yang dapat menyebabkan kerusakan saraf jika dimakan dalam jumlah besar. FDA rekomendasi ikan tuna dan ikan ukuran besar ini sebatas 12 ons perminggu
• Keju lunak seperti brie dan camembert, blueveined cheese juga keju dari susu kambing dan domba, serta jangan minum susu yang tidak di pasteurisasi. Semua produk ini mempunyai resiko membawa listeria. Listeria tipe bakteri yang mampu menembus plasenta dan menyebabkan infeksi janin, pada dewasa tidak ada gejala atau seperti flu. Listeria dapat menyebabkan keguguran,kelahiran premature, dan keracunan dalam darah. Sebaiknya hindari makanan jenis ini sampai melahirkan bayi anda.
• Jangan minum yang mengandung alcohol dapat menyebabkan kelainan perkembangan pada janin ada juga problem emosional pada bayi. • Minuman yang mengandung cafein seperti kopi, teh sebaiknya di hindari atau dibatasi karena kopi dapat memperngaruhi berat badan rendah pada bayi, keguguran dan juga cafein mengurangi penyerapan zat besi. Ingatlah perkembangan bayi dalam kandungan anda tergantung dari apa yang anda makan selama kehamilan. © Dr.Suririnah-http://www.blogger.com/www.infoibu.com

Stroke? Kunyahlah Biji Tomat

Mungkin selama ini saat anda memasak, anda suka membuah biji tomat, karena anda kurang menyukainya atau lantaran anda merasa jijik, terutama oleh cairan licin yang menyertai biji tomat. Tapi, jika anda mengetahui khasiatnya, dimasa-masa mendatang bisa jadi dalam resep-resep masakan, anda selalu menyertai biji tomat.
Sebuah penelitian yang dilakukan Rowett Research Institute di Aberdeen, Skotlandia menemukan khasiat biji tomat bagi kesehatan. Seperti yang dikutip majalah kesehatan Prevention, Asim K Dutta-Roy, PhD, sang peneliti menemukan, cairan licin atau jelly berwarna kuning yang terdapat di sekitar biji tomat, mengandung senyawa atau bahan campuran yang manjur untuk melawan stroke dan penyakit jantung.
Penelitian juga mendapatkan bahwa jika anda meminum juice tomat tanpa membuang bijinya, maka sekitar 72 persen anda telah mengurangi resiko terjadinya penggumpalan darah yang dapat menyebabkan serangan jantung.

Suara Merdeka, 05/07/2003

Beberapa Tanda Bahaya Gangguan Bicara

· Usia 4 – 6 bulan tidak meniru suara yang dikeluarkan orang tua
· Usia 6 bulan tidak tertawa atau mengoceh
· Usia 8 – 10 bulan tidak mengeluarkan suara untuk menarik perhatian anda, tidak bereaksi bila dipanggil namanya
· Usia 12 bulan tidak menggunakan beberapa bunyi misalnya baba, mama, dada serta tidak menunjukkan usaha berkomunikasi bila memerlukan sesuatu
· Usia 15 bulan tidak mengerti dan bereaksi terhadap kata “tidak boleh” atau “da-daah”, tidak mengucapkan 1-3 kata
· Usia 18 bulan tidak mengucapkan 6-10 kata
· Usia 21 bulan tidak dapat mengikuti perintah sederhana
· Usia 24 bulan tidak dapat merangkai 2 kata menjadi kalimat, tidak meniru tingkah laku atau kata-kata orang lain, tidak menunjuk ke bagian badan bila ditanya.

Dikutip dari :
Dr. Hardiono D. Pusponegoro, SpA(K), dalam majalah “anakku, dari ahli yang peduli buah hati” vol. 1, no. 4, Juli 2005, hal. 8

Childhood Apraxia of Speech

Childhood apraxia of speech is a disorder of the nervous system that affects the ability to sequence and say sounds, syllables, and words. It is not due to muscular weakness or paralysis. The problem is in the brain's planning to move the body parts needed for speech (e.g., lips, jaw, tongue). The child knows what he or she wants to say, but the brain is not sending the correct instructions to move the body parts of speech the way they need to be moved.
Signs of Childhood Apraxia of Speech
In Very Young Children
The child:
1. does not coo or babble as an infant
2. produces first words after some delay, but these words are missing sounds
3. produces only a few different consonant sounds
4. is unsuccessful at combining sounds
5. simplifies words by replacing difficult sounds with easier ones or by deleting difficult sounds (Although all children do this, the child with developmental apraxia of speech does so more often).
6. may have feeding problems.
In Older Children
The child:
1. makes inconsistent sound errors that are not the result of immaturity
2. can understand language much better than he or she can produce it
3. has difficulty imitating speech
4. may appear to be groping when attempting to produce sounds or to coordinate the lips, tongue, and jaw for purposeful movement
5. has more difficulty saying longer phrases than shorter ones
6. appears to be worse when he or she is anxious
7. is hard for listeners to understand.
Some children may have other problems as well. These problems can include weakness of the lips, jaw, or tongue; delayed language development; other expressive language problems; difficulties with fine motor movement; and problems with oral-sensory perception (identifying an object in the mouth through the sense of touch).

Diambil dari WWW.ASHA.ORG

Bagaimana berbicara dengan orang yang gagap.

Apakah anda merasa kurang nyaman saat anda berbicara dengan orang yang mengalami kegagapan? Banyak orang yang merasa demikian karena mereka tidak mengerti bagaimana mereka harus bersikap saat orang yang diajaknya berbicara menjadi gagap dan mengalami masalah.
The National Stuttering Project, sebuah jaringan kelompok pendukung yang berskala nasional (Amerika. Pen) yang beranggotakan 4000 orang di 65 kota (di Amerika. Pen), telah membuat sebuah daftar saran yang sangat berguna untuk kita semua termasuk para penggagap agar dapat berkomunikasi lebih efektif.

1.Anda akan mencoba untuk menyelesaikan kalimat atau mengisinya dengan kata-kata. Tolong jangan lakukan ini. Tidak ada orang yang suka hal tersebut (kedalam mulutnya dimasukkan kata-kata). Lagi pula jika anda salah dalam melanjutkan kalimatnya atau salah menebak kata yang akan diucapkan, gangguannya bahkan dapat berlipat ganda.

2.Gagap tampaknya seperti masalah yang mudah diselesaikan dengan saran-saran seperti “Coba tarik nafas!” atau “Coba tenang!”. Saran-saran tersebut tidak akan berhasil dan malahan dapat dianggap merendahkan atau menghina si penggagap.

3.Jagalah agar tatapan mata anda tetap normal dan biasa saja. Janganlah memperlihatkan rasa malu saat mendengarkannya atau terlihat seperti takut. Tunggu saja dengan sabar sampai dia (penggagap) menyelesaikan bicaranya.

3.Waspadalah terhadap ucapan anda sendiri. Bicaralah dengan tenang dan lebih pelan.
Biarkan dia (penggagap) tahu dari cara anda bersikap dan bertindak, bahwa anda menyimak dan memperhatikan apa yang dia (penggagap) bicarakan, bukannya bagaimana dia (penggagap) berbicara. Tundalah beberapa saat sebelum anda mulai bicara.

4.Penggagap sering kali memiliki kesulitan untuk mengontrol bicaranya saat berbicara di telepon. Berusahalah untuk lebih bersabar dalam situasi seperti ini. Jika suatu hari anda mengangkat telepon dan anda tidak mendengar apa-apa, pastikan sebelum anda menutup telepon bahwa yang menelepon anda bukanlah penggagap yang sedang mencoba memulai percakapan.

Jika anda berikan dia kesempatan untuk bicara, anda akan menemukan bahwa mereka punya banyak hal untuk dibicarakan.


Diterjemahkan dari judul asli “Talking To People Persons Who Stutter”, Buletin “Let’s Talk” No. 12, American Speech-Language Hearing Association, 1999.

GAGAP (STUTTERING)

Semua orang pasti pernah dengar tentang gagap. Bahkan ada seorang comedian yang membentuk karakter dirinya sebagai seorang yang gagap. Lucu memang kalau kita melihat tingkah comedian tersebut. Terkadang agar dia bisa berbicara dengan lancar, teman main lawaknya sengaja menepuk (memukul) pantat si gagap, dan duaaarrrrr tiba-tiba dia bisa berbicara lancar untuk beberapa saat dan kemuadian gagap kembali dan kita pun dibuat tertawa melihat adegan tersebut. Namun apakah sebenarnya gagap itu? Apa penyebabnya? Apa cirinya?
Berikut ini saya mencoba memberikan penjelasan sederhana tentang gagap menurut disiplin ilmu yang saya tekuni, terapi wicara.
Beberapa ahli memberikan definisi tentang gagap, salah satunya Theodore J. Petersen, PhD dan Barry Guitar PhD yang menyatakan bahwa “stuttering is a disorder of speech fluency that interupt the forward flow of speech. All individuals are disfluent at times, but what differentiates the person who stutters from someone with normal speech disfluencies is the kind and amount of disfluencies”
Nah dari definisi diatas bisa kita lihat beberapa unsur dalam definisi tersebut yaitu, yang pertama adalah gagap adalah sebuah gangguan berbicara, lebih spesifik lagi yaitu masalah kelancaran berbicara. Dalam definisi tersebut juga disebutkan bahwa semua individu pernah mengalami ketidaklancaran bicara. Semua individu? Ya, semua individu yang berarti semua laki-laki atau perempuan, anak-anak atau orang dewasa, tua atau muda pernah mengalami ketidaklancaran saat berbicara. Tetapi disini disebutkan pula bahwa ada jenis ketidaklancaran yang dianggap normal (normal speech disfluencies) dan ada ketidaklancaran yang sudah dianggap gagap (stuttering).
Lalu apa yang membedakan yang normal dengan yang bukan normal? Menurut definisi tersebut yaitu pada jenis dan jumlah (sering tidaknya) ketidaklancaran. Maksudnya? Saat kita mengalami ketidaklancaran saat berbicara kita memperlihatkan karakteristik yang khas dari ketidaklancaran tersebut, misalnya saat adik kita dengan tidak sengaja mengulang-ulang ucapannya seperti “adek mau...mau...mau...balon”. Karakteristik seperti ini disebut pengulangan atau repetisi (repetition), dalam hal ini pengulangan pada kata “mau”. Karakteristik yang lain adalah penghentian dan perpanjangan yang terjadi pada kata atau bagian kata serta beberapa karakteristik lain yang menyertai saat terjadi ketidaklancaran yang mucul berdasarkan tingkat keparahan. Lalu apakah bila seseorang memiliki gejala-gejala tersebut diatas bisa disebut gagap? Belum tentu. Karena masih ada variabel lainnya yaitu jumlah atau sering tidaknya gejala yang diperlihatkannya muncul! Ya...kalo cuma sekali atau dua kali saat kita sedang ngobrol ya masih dalam kategori normal. Kecuali kalau hampir dalam setiap bicara kita mengalami ketidak lancaran, nah yang ini patut dicurigai. Kedua ahli tersebut diatas menyebutkan juga dalam bukunya, yaitu jika dalam 100 kata yang diucapkan terdapat 10 ketidaklancaran, maka sudah dapat dikategorikan gagap ringan.
Nah penjelasan lebih lanjut tentang ciri dan derajat kegagapan akan dibahas dalam artikel yang lain.

Gejala autisme dalam bidang komunikasi verbal maupun nonverbal.

1. Terlambat bicara atau tidak dapat berbicara
2. Mengeluarkan suara menggumam atau suara tertentu berulangkali
3. Mengeluarkan kata-kata yang tak dapat dimengerti orang lain yang sering disebut sebagai 4. bahasa planet
4. Tidak mengerti dan tidak mengunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai
5. Bicara tidak digunakan untuk komunikasi
6. Meniru atau membeo (echolalia). Beberapa anak sangat pandai meniru nyanyian, nada maupun kata-katanya, tanpa mengerti artinya
7. Kadang-kadang bicaranya monoton seperti robot
8. Mimik datar

Dikutip dari :
Dr. Hardiono D. Pusponegoro, SpA(K), dalam majalah “anakku, dari ahli yang peduli buah hati” vol. 1, no. 4, Juli 2005, hal. 12.

Attention Deficit Hyperactivity Disorder

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) is a neurobiological condition seen primarily in the school-aged population that affects one' s ability to maintain attention. Historically, other terms have been used for this disorder ( minimal brain damage, minimal brain dysfunction, hyperactive, hyperkinetic ), but these terms have changed as knowledge of the problem has increased.
Symptoms
The disorder and its symptoms are chronic , meaning they affect an individual throughout life. The symptoms are also pervasive , meaning they are a continuous problem and not just a response to a temporary situation. The behaviors occur in multiple settings, rather than just one.
Current research supports the idea of two distinct characteristics of ADHD, inattention and/or hyperactivity-impulsivity .
Inattention
Inattention is characterized by difficulty concentrating. Irrelevant thoughts, sights, and sounds seem to get in the way of focusing and sustaining attention. As a result, the student often appears as if he or she is not listening.
Performance varies depending on the nature of the activity the student is asked to complete. Students may give automatic and effortless attention to things and activities they enjoy, but attending to the details of planning, organizing, and completing a task on time is difficult. Learning new things is difficult as well. The student shows poor self-regulation of behavior, i.e., he or she has difficulty monitoring and modifying behavior to fit different situations and settings.
Hyperactivity
Individuals who are hyperactive seem unable to sit still. They squirm in their seats, roam around the room, tap their pencil, wiggle their feet, and touch everything. They are restless and fidgety. They may bounce from one activity to the next, trying to do more than one thing at once.
Impulsivity
Impulsive individuals have difficulty thinking before they act, e.g., hitting a classmate when they are upset or frustrated. They may have difficulty waiting their turn, e.g., when playing a game.
Who Has ADHD?
Prevalence estimates of ADHD are sensitive to who is asked what, and how information is combined. Consequently, systematic reviews report ADHD prevalence estimates as wide as 2%-8% (1, 2). According to the National Center for Health Statistics, approximately 6.7% of children aged 5 to 17 were reported to have ADHD in 1997-2000 (3); the National Dissemination Center for Children with Disabilities reports a figure of 5% in school-aged children. Boys are three times more likely than girls to have ADHD (4).
Speech and Language
Inattention, hyperactivity, and impulsivity have their effects on speech and language. Following instructions carefully and completely is difficult. Answers to questions may be blurted out before the teacher or others have finished asking a question. Time may not be taken to use well-formed and grammatical sentences. Stories or discussions about the day at school may be so disorganized that listeners cannot follow what is being said. Or, the child assumes knowledge of the listener that he or she does not have. For example, I left that place. I talked to her. I ate cereal this morning.
Speakers may be interrupted, or language may not be changed for different communication partners. For example, the more casual, informal language used with friends on the playground may be inappropriately used with teachers or other authority figures in the school.
Specific speech and language patterns vary from child to child with ADHD. For example, some children with ADHD also have learning disabilities that affect their speech and language. Evaluation of each child's individual speech and language pattern is critical to developing an appropriate treatment plan.

Diambil dari WWW.ASHA.ORG

Definisi Afasia

Untuk mengenal lebih dalam tentang afasia kita perlu untuk mengetahui dan memahami definisi dari afasia tersebut.
Pengetahuan tentang definisi ini penting, karena biasanya dalam definis tersebut terdapat beberapa hal yang cukup menentukan untuk melakukan tindakan selanjutnya.

Definisi 1.
Aphasia is a loss or impairment of language due to some type of brain injury” (1)
“Afasia adalah kehilangan atau kelemahan bahasa yang disebabkan oleh semacam luka pada otak”

Definisi 2.
“Afasia merupakan gangguan bahasa perolehan yang disebabkan oleh cedera otak dan ditandai oleh gangguan pemahaman serta gangguan pengutaraan bahasa, lisan maupun tertulis” (2)

Dari dua definisi diatas memang berbeda secara redaksional, namun terdapat-setidaknya-dua aspek yang menyamakan dua definisi berbeda tersebut, yaitu aspek gejala (Syndrome) dan aspek penyebab (cause). Kedua definisi tersebut menyatakan bahwa afasia adalah masalah yang berkaitan dengan masalah (kehilangan dan ganguan) bahasa. Yang bila dijabarkan lebih lanjut, terlihat bahwa masalah bahasa ini memiliki jenis yang berbeda-beda, yang secara garis besar dapat dibedakan menjadi afasia sensorik, afasia motorik dan afasia campuran. Kemudian dua definisi tersebut menyebutkan juga hal yang sama mengenai adanya masalah (luka dan cedera) pada otak, yang nantinya letak, jenis dan besarnya luka pada otak inilah yang menentukan jenis afasia yang dialami serta derajat keparahannya.
Referensi :
1. Allen Agranowitz et al., Aphasia Handbook for Adults and Children 7th Printing, Illinois : Charles C. Thomas, 1975.
2. Reni Dharmaperwira-Prins, Afasia, deskripsi, pemeriksaan, penanganan edisi kedua, Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002.

Kata Pengantar

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu.

Dengan menyebut nama ALLAH yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang

Didorong oleh keinginan untuk menyebarluaskan informasi tentang Terapi wicara (Speech Therapy) dalam bahasa Indonesia, yang saya rasa selama ini masih kurang terutama didunia maya. Maka saya memberanikan diri untuk membuat blog ini sebagai saran penyebarluasan informasi tersebut agar dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat luas.
Artikel-artikel yang ada di dalam blog ini ada yang saya susun sendiri berdasarkan literatur-literatur yang saya punya saat kuliah di Akademi Terapi Wicara, Jakarta, ada juga yang terjemahan dari artikel berbahasa asing yang saya ambil baik dari situs-situs yang berkaitan atau dari buku atau majalah yang saya punya. Artikel artikel saya kelompokkan berdasarkan diagnosa Terapi Wicara seperti Dislogia, Dislalia, Disfagia, Disglosia, Disfonia/Afonia, Diasartria, Stuttering (gagap), Disaudia serta beberapa artikel kesehatan lainnya yang saya nilai cukup berkaitan dengan Terapi Wicara yang saya kelompokkan dalam Artikel Lain.
Saya sadar bahwa usaha saya ini masih jauh dari bagus apalagi dari sempurna. Oleh karena itu kepada setiap pengujung blog ini untuk sekedar memberikan saran dan kritiknya sekecil apapun baik melalui email (kodok_t5@yahoo.com) atau melalui kolom komentar yang telah disediakan.
Terimakasih atas kunjungannya. Semoga ALLAH Subhanahu Wa Ta’ala membalas kebaikan anda dengan balasan yang lebih baik.

Wassalamuallaikum Warahmatullahi Wabarakatu.

Rasto Handoyo AMd. TW.